JURNALANYE : Perempuan, Pernikahan dan Pasar.
Hallo teman, kembali bersamaku Anye. Dalam Jurnalanye kali ini, aku akan membawa teman-teman semua untuk memikirkan lagi tentang konsep pernikahan dan pasar. Sebetulnya, menulis ini adalah tantangan tersendiri bagiku yang tidak tahu apa-apa. Jadi teman-teman pembaca bisa menilai sendiri persepsiku mengenai Pasar dalam pernikahan.
Sebenarnya, ada banyak faktor yang memengaruhi pemikiran ini. di mulai dari konsep mahar dalam pernikahan, konsep pasar tentang struktur transaksinya dan banyak hal yang jika kita lihat lebih dalam, hal itu masuk akal adanya.
Apa itu pernikahan?
Menurutku, pernikahan merupakan sistem sosial yang mengharuskan manusia untuk membentuk satu kelompok kecil dalam negara yaitu keluarga. Coba kita bayangkan misalnya jika kita hidup sendirian tanpa adanya keluarga. Apa yang terjadi? pastilah kita akan hidup dengan penuh ketidakteraturan, menjadi kriminal atau orang yang tidak memiliki tempat untuk pulang— Home/House. Pernikahan bertujuan untuk mengatur individu kecil yang ada di dalamnya. Kita sebagai manusia pastinya memiliki tanggung jawab dan hak. dan bentuk terkecil dari pemenuhan tersebut, ada dalam keluarga.
Baik, sekarang kita masuk pada kesakralan pernikahan ini. Budaya masyarakat Indonesia sangat beragam. Dalam pernikahan artinya ada satu individu yang menjadi bagian dari keluarga lain. Penerimaan itulah yang membuat pernikahan bukanlah hal yang sepele. Ia hadir dalam bentuk yang sakral dan suci. Maka dari itu, pemilihan atas anggota baru yang masuk pada satu budaya keluarga lainnya, haruslah baik. Ntah itu dari paras, jabatan, kekayaan dan nilai jual dari seseorang. Namun, apakah itu semua bisa dikatakan transaksi?
Konsep Pasar dan Pernikahan.
Aku berikan contoh. Misalnya kita pergi ke pasar untuk membeli buah jeruk. Setelah sampai di sana, kita akan memilih buah jeruk yang manis, bagus bentuknya, cerah warnanya dan terlihat tidak busuk. Hal ini sama dengan berjalannya proses pra pernikahan, di mana laki-laki akan mencari perempuan yang sempurna— baik secara fisik, jiwa dan nilai. Begitupun sebaliknya.
Ketika pencarian terhadap pasangan sudah berhasil ditemukan. Pastilah sejoli memikirkan pernikahan. Dalam melamar seorang perempuan, laki-laki haruslah menyiapkan mahar sesuai dengan keinginan keluarga atau calon mempelai itu sendiri. Menariknya adalah, prosesi itu hampir sama dengan struktural pasar. Di mana perempuan sebagai objek yang bernilai dan laki-laki sebagai pembeli. Itu artinya ada transaksi di dalam konsep pernikahan.
Semua hal dikendalikan oleh kehendak pasar.
Aku menganggap bahwa pasar berpegang erat pada massa. Hal itulah yang memengaruhi konstruksi sosial dalam masyarakat. Standar kecantikan perempuan kian hari kian dipersempit sehingga membuat perempuan tidak lebih leluasa mencintai dirinya sendiri. Misalnya di Indonesia, perempuan yang cantik adalah perempuan yang memiliki kulit putih, mancung dan kelopak mata yang indah. Berbeda halnya dengan di Indonesia, Standar kecantikan di Amerika adalah perempuan yang memiliki kulit sawo matang, bibir tebal dan pipi yang tirus. Tapi apa itu cantik? Semua orang punya definisi yang berbeda-beda tentang kecantikan bukan?
Namun nyatanya, strategi pemasaran perusahaan kosmetik, fashion, dll sangat berpengaruh pada pola pikir perempuan tentang apa itu kecantikan. Sehingga, indikasi dari aspek sosial, ekonomi, pendidikan dan pernikahan perempuan selalu terperangkap pada pola pikir "harus cantik" menurut standar yang dibentuk oleh pasar. Cara pandang perempuan mengenai dunia ini berangsur-angsur sempit dan kecil. Kebanyakan dari perempuan menganggap hidup hanya untuk menikah dengan orang kaya atau hidup untuk tampil cantik dan glamor. Perempuan jadi mengacuhkan esensi dirinya sebagai manusia yang berakal. Tak heran jika perempuan menjadi bahan olok-olokan sekarang ini. Karena mereka adalah subjek yang terkucilkan baik dalam sistem pasar dan sosial.
Komentar
Posting Komentar