JurnalAnye: Tuhan dan Jiwa
Hallo teman! Pada episode jurnal Anye kali ini akan membahas tentang sudut pandang teman-teman saya tentang apa itu Tuhan— lagi dan lagi heheh— lalu Mental dan Stress. Tulisan ini bertujuan untuk menumpahkan apa yang ada di pikiran saya dan pikiran teman-teman saya. Selamat membaca teman-teman!
Apa itu tuhan?
Seperti yang saya bahas di jurnal sebelumnya, Manusia adalah makhluk berakal yang selalu diliputi dengan kesedihan. Untuk membabat kesedihan itu, ia menciptakan suatu harapan yang berujung pada suatu yang "melindungi". Tuhan merupakan sesuatu itu, sesuatu harapan dan perlindungan manusia terhadap ketakutan akan kematian. Menurut beberapa pandangan, Tuhan diciptakan oleh akal pikir manusia yang kesepian. Namun, pertanyaan selanjutnya adalah, apakah Tuhan benar-benar ada?
Salah satu senior saya adalah seorang yang pintar dan pembelajar, saya suka berdiskusi dengan beliau yang punya pemikiran tersendiri pada berbagai fenomena, salah satunya tentang Tuhan. Beliau menganggap bahwa hukum kausalitas (Sebab-akibat) berlaku dan penting kita pikirkan secara mendalam.
Sebab dan akibat adalah dua hal yang beriringan. Sesuatu bisa dikatakan "ada" karena adanya hal lain yang memicu keberadaan sesuatu terjadi. Seperti Manusia, Hewan dan Tumbuhan yang berasal dari Tanah dan elemen-elemen lain pada bumi. Saya jadi teringat pada suatu teori yang menjelaskan bahwa indera mahluk hidup yang dapat melihat, merasakan dan menghirup, terjadi karena adanya pokok elemen yang berasal dari mahluk tersebut. Misalnya, mata kita dapat melihat "wujud" air karena mata kita mengandung elemen air. Begitu pula dengan benda-benda di sekitar kita seperti meja, kursi, awan, rindu hehehe dan berbagai benda lain yang memiliki komponen dasar yang juga ada di tubuh manusia — air, tanah, udara (Avatar dong wkwk)
Kembali ke topik, menurut beliau ada sesuatu yang Esa, sesuatu yang tak terjamah oleh manusia dan karenanya semua ini terjadi, hidup dan merasa. Hal itu berhenti pada satu titik pokok yang kita sebut Tuhan.
"semua pasti karena ada sesuatu"
Kembali ke kepercayaan orang masing-masing, kita tidak bisa lepas dari perdebatan tentang Tuhan karena kita tidak bisa sepakat secara kolektif. Manusia ada pada pilihan percaya pada Tuhan atau tidak.
Sekian, itu saja tentang Tuhan.
Lalu kami membuka pikiran kami ke dalam isu kesehatan mental. Apa itu sakit mental?
Contoh kasus yang kami bahas berasal dari kisah seorang teman yang menceritakan tentang kehidupan beliau dengan keadaan hidupnya. Semasa kecil, ia (laki-laki) merupakan korban pelecehan seksual oleh seorang gay. Saya tidak bisa menceritakan kisahnya secara spesifik karena jujur ini merupakan beban bagi saya setiap malam hehehe. Yang jelas, teman saya ini berani untuk menyakiti dirinya sendiri. Ia melukai tangannya dengan beberapa sayatan yang ntah bagaimana caranya ia mendapatkan luka itu.
Menurut saya secara pribadi sakit mental adalah keadaan di mana jiwa seseorang dirusak oleh pola pikir mereka sendiri, ia ada pada situasi yang mengharuskannya untuk merusak mentalnya sendiri. Kayak kata Adler, manusia menciptakan kerangka berpikirnya untuk mendukung apa yang ia inginkan dan selama ia masih menginginkan hal itu, ia tidak pernah berhenti untuk melakukan itu.
Hal itu juga yang saya diskusikan pada senior saya. Ia menganggap keadaan sepi, hampa dan tak punya tempat untuk bercerita adalah salah satu faktor ia melukai dirinya sendiri. Ia ingin diperhatikan sebagai manusia yang rapuh dan mengharapkan orang untuk mengerti dirinya— walaupun hal itu mustahil terjadi.
Yaa, begitulah kehidupan. Semuanya terjadi dengan alamiah, semuanya memiliki bandingan, ada baik-buruk, Benar-salah, surga-neraka, panas-dingin, bodoh-pintar dan semua itu adalah elemen yang satu, yang tak pernah terpisahkan.
Baik, lalu kita timbul pada pertanyaan "Apa itu gila?".
Pertanyaan ini cukup menarik karena kami pada saat itu belum mendefinisikan apa itu kegilaan. Menurut seniorku, kegilaan adalah kondisi di mana manusia eror dengan otaknya sendiri. Kayak handphone misalnya, ketika penyimpanan dalam handphone sudah melampaui batas, ia akan lemot, eror dan mati. Saya jadi teringat pada 2 tipe stress : Distress dan Eustress.
Stress adalah keadaan di mana kita ada pada keterikatan, tekanan, tertindih pada suatu hal yang mengharuskan kita memakai topeng (persona). Stress memiliki jenis yaitu Distress dan Eustress. Distress adalah jenis stress yang menghasilkan spektrum negatif dalam diri manusia. Seperti tidak mau makan karena memikirkan sesuatu atau bahkan menyakiti sendiri—lihat contoh kasus di atas— dan lainnya. Sedangkan, Eustress merupakan keadaan stress dengan spektrum positif, Sifatnya menegangkan namun membahagiakan.
Sepertinya untuk jurnal kali ini sampai di sini dulu ya teman-teman. Saya masih harus mengolah gaya penulisan saya agar dapat memuaskan pembaca dan membuat mereka mengerti isi pikiran saya, paling tidak saya puas dengan penumpahan pikiran pada tulisan saya hehehe.
Saya tutup dengan sebuah kalimat yang diucapkan senior saya.
"Ya, beginilah kehidupan"
Sekian.
menikmati rasa bersendu dan riang yang menjadi satu dalam berkehidupan, merupakan bagian dari seni berkehidupan bukan?
BalasHapuskarena ya, beginilah kehidupan.
" yaa, beginilah kehidupan" hehehe
Hapus