JurnalAnye: Bincang Kecil Mengenai Keadilan dan Rasa Bahagia
Hallo teman! Kembali lagi pada tulisanku. Sepertinya hari ini adalah hari yang pas untukku menulis berbagai pengalaman menarik yang ada di sekret kami hehehe. Hal yang kami lakukan sangat sederhana sekali. Seperti misalnya berdiskusi mengenai Tuhan, tentang Adil, tentang hubungan laki-laki dan perempuan, atau bahkan kami memulai percakapan dari candaan yang receh, bermain musik atau bahkan hanya senyum dan tertawa. Ada banyak hal-hal kecil yang jika dimaknai secara mendalam, hal itu akan berharga— sedikit lebay ya, tapi begitulah adanya.
Selasa, 24 Januari 2023
Aku dan teman-temanku berbicara tentang apa itu adil dan keadilan. Sesuatu hal yang hampir sama tapi berbeda secara makna. Aku menjawab dengan gampang saja, Adil itu adalah keadaan di mana kita diberikan sesuatu sesuai dengan porsi. Seperti misalnya jika ada seseorang yang tidak bisa berjalan. Keadilan baginya adalah ia diberikan kursi roda. Tapi masalahnya adalah tidak semua orang tidak bisa berjalan bukan? Jadi, tidak semua orang pantas mendapatkan kursi roda. Semua orang punya porsinya masing-masing. Kalau aku bilang, keadaan ini adalah "Keadilan yang merata namun juga tidak merata" nah loh, bingung kan? Hehehehe
Lanjut ke keadilan. Keadilan adalah kondisi untuk merealisasikan sikap adil tadi. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, adil adalah memberi orang sesuai porsinya. Yaa, itu hanya 1 dari 100 pernyataan dangkal yang aku ucapkan. Tapi jika kita telusuri lebih dalam lagi, keadilan pastilah berujung pada kebebasan. Lalu kita sampai pada pertanyaan, "Apakah bisa kita benar-benar bebas?"
Bebas adalah hal yang imajinatif, abstrak, dan utopia. Kalau aku sebut kebebasan hanyalah sebuah "kata" penuh harap, Aku rasa tidak ada yang salah dari pernyataan itu karena kebebasan itu adalah keadaan hampa, mati. Orang tetap akan berada pada ketidakbebasan lain karena aturan-aturan untuk membatasi manusia dari sisi hewani. Misalnya seperti si A menuntut kebebasan berbicara, kemudian ia sudah berhasil membebaskan itu, tetapi setelah itu? Apa yang terjadi? Apakah ia benar-benar keluar dari keadaan yang tidak adil itu? Apakah ia benar-benar bebas? Pastilah ada hal lain yang membuat dirinya merasa tidak bebas lagi, tidak adil lagi.
Bisa disimpulkan keadaan bebas adalah tentang pola pikir manusia itu sendiri. Tentang keadaan internal manusia yang mendefinisikan ketidakadilan itu apa. Di Indonesia misalnya, kaum Feminisme yang bergerak melawan ketidaksetaraan Gender dengan menuntut kesetaraan untuk LGBTQ, Perempuan yang dipoligami, dsb. Apakah mereka benar-benar menginginkan keadilan dan kebebasan secara hakiki? Atau hanya kaum mereka yang merasa tidak diadili sebab pikiran kolektif tentang perusakan generasi terhadap perempuan?
Keadilan bersifat individual. Ia tidak bisa dibabat rata. Lalu pertanyaannya adalah bagaimana cara berbuat adil itu? Hehehe pembahasan ini mengunggah saya untuk kembali lagi berpikir tentang keadilan.
Perbuatan adil hanya bisa dilakukan oleh orang yang selaras dengan alam. Yang merasa dirinya sudah secara alamiah dibentuk dengan alam. Maka dari itu, orang yang damai dan selaras dengan alam akan tetap menjaga porsinya dengan kebahagiaan-kebahagian kecil. Menurutku, cara mencapai keadilan adalah dengan selaras dan mengikuti hukum alam. Maksudnya selaras dengan alam ialah hidup berdampingan dengan bahagia dan rasa damai— sesuatu yang alamiah. Karena pada titik itu, kita merasa cukup pada porsi masing-masing.
Ada satu hal lagi yang aku diskusikan dengan seniorku, Tentang bahagia.
"Apakah kebahagiaan itu sesuatu yang bisa diukur?"
Menurutku sekarang, aku akan menjawab
"iya, kebahagiaan bisa diukur"
Contoh nyatanya adalah hormon dopamin yang berfungsi mengontrol emosi manusia. Hormon ini bahkan berasal dari kerja otak atau makanan yang kita makan. Tapi, apakah pengukuran bahagia ini akurat? Atau hanya sebatas pengetahuan lain tentang proses biologis untuk menjawab fenomena bahagia tadi? Bingung kan? Hehehe aku juga.
Tapi, aku juga setuju jika bahagia adalah keadaan yang abstrak. karena, pun kalau bahagia adalah keadaan yang bisa diukur melalu hormon dopamin, pastilah itu dinamis— hal yang tidak statis. Untuk itu, seperti kata seniorku, kita harus tahu terlebih dahulu seperti apa alat ukurnya hormon dopamin itu, bagaimana proses pengukurannya, seberapa akuratnya pada realitas sosial, dsb.
Baik, kita pindah ke topik yang lain ya teman-teman. Kali ini kita berbicara mengenai hasrat seksual. Mengapa saya membicarakan hal ini? Karena saya tahu, wawasan kita masih rendah tentang seksualitas. Padahal, hal ini memang harus kita ketahui demi keselarasan hidup. Agar manusia tahu batasan-batasannya, agar manusia bisa seimbang dan tidak dipengaruhi oleh sifat "kebinatangan", kalau kata Sigmund Freud itu disebut "Id". Saya pernah berdiskusi dengan senior saya dengan satu pertanyaan yang memantik diskusi kami.
"Apakah manusia benar-benar normal dalam mencapai tujuan seksualnya?".
Pertanyaan itu timbul dari pikiran saya terhadap keadaan orang-orang Heteroseksual yang meski mereka dianggap normal oleh kebanyakan orang, mereka masih punya penyimpangan seksualnya sendiri. Kalau kata Sigmund Freud itu disebut Inversi. Sebenernya, kita tidak benar-benar normal dalam mencapai tujuan seksual. Semua orang punya penyimpangannya masing-masing.
Zona Erogenus pada tubuh manusia— ialah bagian tubuh yang sensitif, dapat menimbulkan rangsangan— diciptakan untuk mencapai tujuan seksual. Pertanyaannya adalah jika Zona Erogenus pun mengalami ketidaknormalan, apakah tujuan seksual menjadi tidak normal juga?, Lalu seperti apa kenormalan itu?
Hmm.. sepertinya saya belum bisa menjawab pertanyaan itu, mungkin untuk next jurnal saya akan menulis hasil dari diskusi saya tentang pertanyaan di atas. Tapi percayalah, tidak ada yang benar-benar "benar" dan tidak ada juga yang benar-benar "salah" di dunia ini. Aturan di buat untuk mengontrol manusia dari sifat bebas agar tidak keluar batas, tidak keluar dari sifat manusia dan hakikatnya sebagai manusia yang bermanusiawi— namun kita harus cerdas juga ya teman, ada banyak sekali aturan yang tidak sesuai dan semata-mata hanya untuk mengontrol manusia agar tunduk pada kekuasaan.
Kadang, manusia lupa untuk menyadari bahwa penting sekali memperdulikan hal-hal semacam ini. Kita perlu tahu seperti apa nyatanya sistem dunia dalam membangun peradaban sekarang ini. Tujuannya? Agar kita tidak digerus dan tidak hanya manggut-manggut saja sementara masih banyak orang yang tidak mendapat keadilan. Apakah kita pernah berpikir, bagaimana jika salah satu dari keluarga kita digusur tempat tinggalnya karena pembangunan pemerintahan? Atau tidak makan karena harga makanan pokok melambung tinggi? Atau contoh lain, sulit mendapat pekerjaan karena ulah oknum-oknum pemerintahan yang nepotisme?
Hehehe semoga pertanyaan-pertanyaan itu membuka pikiran kita ya teman! Agar kita bisa lebih menyadari betapa pentingnya wawasan di jaman sekarang ini.
Ya, beginilah kehidupan. Kita perlu istirahat sejenak dan berani memikirkan fenomena yang ada di sekeliling kita.
Mungkin itu saja teman yang bisa aku bagi. Terima kasih sudah membaca jurnalku. Salam hangat semuanya! 💚
Sekian.
Komentar
Posting Komentar